Arif Abdullah. Powered by Blogger.

Sunday 5 May 2013

Tag:

Celanaku, Berkibarlah!





Sewaktu aku masih berumur biji beras,
Ayah selalu mengajariku membuat bendera dari celana anak-anaknya,
kemudian celana tersebut dberi warna seadanya:
warna merah dari rambut Ayah,
putih rambut Ibu,
bendera itu lalu di jahit pelan dari tetesan keringat kami yang di keringkan semalam suntuk,
begini dahulu nasibku, nasib Ayah, nasib negeriku..

dahulu juga,
setelah sehari penuh punggung Ayah di duduki matahari,
Ayah akan pulang dengan senyum sedang,
sudah biasa jika setiap pulangnya terkadang aku melihat ada air kecil yg mengintip di balik mata Ibu,
dan kaki Ayah yang kian berkarat adalah nikmat bagi bunda tercinta,
sebab, Ibu akan membersihkan semua luka Ayah dengan air matanya..

"Nak, sini ikut Ayah" ajak beliau ketika aku hendak merantau,
dan ini yang terjadi,
Ayah sering mengajakku menjemur nasib beliau dan mimpi kami,
setiap malam gulita aku dan Ayah mencuci nasib dan mimpi itu di sumur belakang rumah,
lalu kami menjemurnya ketika pagi menjelang siang,
"Nak, jika kelak kau sudah besar buatlah negeri sendiri" wasiat Ayah.
"baiklah Ayah, demi Ayah" jawabku begitu semangat, dan sesuatu yang basah perlahan pamit dari kedua mata.

3 tahun setelah aku besar dan meraih mimpi di kota seni,
aku pulang dengan senyum seluas negeriku,
aku peluk nasib yang masih menempel di tubuh Ayah.
Ayah diam saja, merah rambutnya dan air matanya sudah tak ada entah kemana.
"Ayah, mimpiku sudah kuraih, dan aku sudah punya negeri sendiri, janjiku pada Ayah" tetap kupeluk tubuh yang kian melelh itu.
ayah masih diam saja.
"Ayah, kenapa?"
"Ayah bangga" air mata Ayah menari-nari "tinggalkan negeri busuk ini, dan bawa celana Ayah"
---
Kini Aku dan Ayah berada di negeri yang berbeda, Ayah di Indonesia dan aku di negeri celana. sebuah negeri yang indah, tanpa dusta, tanpa cela, tanpa penguasa, tanpa tipu daya, tak ada rakyat puisi yang kelaparan disni. 
Mel de ka!

Jogja, Condong Catur.

About hahhs

hari ini kau tidak boleh takut atau kelak 30 tahun lagi, ketika kau terbaring lemah di rumah sakit hari itu kau baru menyadari dan berkata "andai dulu aku tidak takut mungkin hidupku akan berubah".

0 comments:

Post a Comment