Arif Abdullah. Powered by Blogger.

Sunday, 23 December 2012

Tag:

Sajak Separoh Jadi (Hari Ibu)


Ibuku adalah puisi yg takkan pernah selesai aku tulis.
waktuku tak cukup umur utk menulis bekas sentuhan
wanita yg berhati gunung emas itu..
berdoa saja, semoga tak pernah terjadi begini:

Saat malam menyentuh warna bumi, ketika tubuh ibu menjelma ramah dgn banyak kamar. detik berjatuhan berupa butir darah yg gugur dari tubuh perang,  bergulir menjauh, merepih bunyi yg tak sungguh sampai pada telinga.

Seiring gumpalan waktu yg diseret maut satu persatu, benda-benda dalam tubuh ibu pamit: Ginjal, Empedu, Hati, Paru-Paru, Batang Otak dan Jantung, -seperti penjaga yg menunaikan tugas satu demi satu dalam tubuh ibu memadamkan lampu. Aku takkan sampai jika melihat wanita dgn bekas mukena semalam itu berpindah dari sjadah koyak tempat ia meletakkan air matanya di hadapan Tuhan.

siapa yg akan berdoa utku? utk masa jika kelak aku telah menua?. Kau tau? ibuku mengumpulkan air mata di atas sjadah koyak itu sejak aku belum meraba Dunia. semoga gelap itu tak pernah terjadi pada Bunda. tak ingin terjadi tubuh ibu bercakap-cakap dgn mesin yg seolah serba tau di ambang pintu. dengan ribuan malaikat yg sedang menunggu, dan..

nafas yg tersisa pada selang ajal di balik dada ibu mulai di lepas. kemudian doa-doa berenang pada genangan udara, meraih halaman akhir..yg membatasi antara terjaga dan mati suri. lalu ruh beringsut dari jemari kaki ke lutut, dari paha ke perut, dari dada ke rambut. meninggalkan daging yg keriput.
lembut tatap dan sentuhan bibirnya yg ia pertahankan demi temani langkahku, takkan terhindar rasa sakit saat meniggalka raga. dimana tubuh kerut itu dahulu adlah tempat tidurku, begitu cara ibu merawat kaki anak laki-lakinya agar tanguh. Pelukan yang kuat.

kelak, kernyit sejenak diantara kelopak mata ibu adlah isyarat perpisahan yg panjang. lembut..damai, dan...ketenangan. lengkap dgn seribukali butir bening dari kedua mataku terbelah dan bertimpangan ke tanah. aku tak pernah tau kpan wktu akan mengantarku pda hari itu. namun, hari ni...pada hari semesta memekikkan namamu, Ibu...

Doaku:
tetaplah menjadi puisi, slalu melukis senja di pulau garam yg telah berdebu,
doa utk usiaku dan anak-anakku yg kelak akan
meramaikan rumah sederhana kami,
dari seorang wanita yg setia menmani jeda usiaku utk bersujud pada-NYA,
bersama wajah-wajah perajurit Allah yg lucu-lucu. 
aamiin.

Bunda,
jika kelak malaikat hendak berkumpul mnuju pembringan Bunda,
dan kita tengah terpisah begitu jauh.
jauh-jauh hari aku akan melangitkan doa pada-NYA:

Ya Allah, dekatkan tubuhku dgn separoh tubuhku yg melkat di tubuh renta itu.
jika Dunia adalah penghalang perjupaan terakhir kami.
sentil jidatku di negeri manapun kelak aku berdiri.
aku mohon ya Rabb.
ambillah wanita hebat bagian dari tubuhku itu
tepat di depan air mataku yg kerontang.

Ya Rabby...
Bukankah aku denganya pernah berada dalam raga yang sama selama 9 bulan ..?
kabulkanlah ya Rabb, aamiin.

About hahhs

hari ini kau tidak boleh takut atau kelak 30 tahun lagi, ketika kau terbaring lemah di rumah sakit hari itu kau baru menyadari dan berkata "andai dulu aku tidak takut mungkin hidupku akan berubah".

0 comments:

Post a Comment