Arif Abdullah. Powered by Blogger.

Wednesday 9 November 2016

Tag: , ,

SURAT PENGHABISAN



Kepada segala kehidupan ini aku berseru….
Kepada DIAlah aku mengadu….
Kepada cintamu aku berlalu…
Dan kepada pena ini aku beri tahu….
Sebuah Pengharapan Cinta dan Surat Penghabisanku….
Padamu…. Kuhaturkan kalimat-kalimat yang ku rangkai di atas pembaringan….
 Pembaringan yang menjadi saksi kematianku….
Kematian yang menuju ke abadian….

Kutuliskan surat ini di penghujung umurku, kala malam itu, ditemani sang Rembulan dan malaikat maut yang menantiku di ujung malam. Bacalah dengan sabar. Aku menantimu.. Aku sangat berharap dapat mengatakan kata ini langsung kepadamu. Tapi aku malu. Aku malu padamu. Aku ingin kau tahu, bahwa aku seorang wanita. Manusia yang pada hakikatnya mempunyai rasa malu yang berlebihan. Manusia yang bisa saja malu pada apa yang dia ucapkan. Pendusta, bahkan pembunuh terkeji pun mempunyai rasa malu.. 

Tapi ingat ! AKU BUKANLAH SEORANG PENDUSTA ATAUPUN PEMBUNUH..!!

Aku hanyalah seorang wanita pemalu. Manusia yang tak pernah sanggup melihatmu. Mengangkat kepalaku dihadapanmu. Menatapmu. Aku tak sanggup. Karena aku hanyalah wanita pemalu, yang dengan sadar menuangkan selusin kalimat diatas kertas. Tapi aku bukan pendusta. Aku sungguh tak berdusta padamu. Dulu aku adalah seorang gadis ceria. Tak kubedakan mana perempuan dan laki-laki, semua sama. Dulu aku adalah gadis kecil berkepang dua yang senang sekali dengan boneka. Dulu aku adalah gadis kecil yang ingin sesuatu dan orang tua menurutinya. Namun terkadang mereka lupa atau entah sengaja melupa, dengan semua janji-janji. Janji yang pernah mereka ucapkan di atas awan. Di atas awan kedamaian. Janji yang dulunya magis. Membuatku jatuh dalam kesetiaan. Satu persatu, perlahan….janji-janji itu pudar. Hilang bersama angin yang membawaku terbang ke dunia parodi. 

Namun ini bukan lelucon..!!
Inilah hidupku. Satu persatu mereka hilang. Terpisah, terpecah, namun janji kesetiaan masih ada dalam ingatanku.. Kembali padamu. Aku sungguh tak menyadari bahwa aku begitu mengagumimu. Yang ku tahu, semenjak aku mengenalmu 3 tahun yang lalu, aku merasa malu. Rasa itu diam-diam menjalar melalui setiap aliran darah yang merambat ke celah-celah hati. Bahkan sangat kurasa getarannya. Terkadang, aku dibakar rasa cemburu pada gadis-gadis lain. Mereka mendengar dan mendendangkan kata-kata cinta dan aku terus berharap agar aku bisa mengatakannya padamu. Tapi aku malu.

Sekali lagi, AKU MALU!. Dan rasa itu terus menjalar. Sekarang aku takut. Karena itu aku tak pernah mengatakannya. Rasanya aku tak sanggup bertemu denganmu lagi. Karena aku malu, juga takut. Aku takut akan selalu mengingatmu. Dan pada akhirnya, kutaruh harapan besar padamu. Dan bila aku berhadapan denganmu, dengan orang-orang yang kucintai, jiwaku akan semakin terguncang dan pasrah. Aku ingin membahagiakanmu. Tapi aku tak tau caranya. Pada suatu hari aku melihatmu. Aku merasa bahwa kau ingin sekali mengatakan kata-kata indah padaku. Aku rasa kau ingin mengatakan apa yang selama ini aku rasakan padamu. Namun aku juga berharap pada Sang Pemberi Cinta agar kata-kata itu tak keluar dari mulutmu. Aku ingin kau menuliskannya dalam bahasa rahasia, dalam bahasa lain, walaupun semua bahasa-bahasa yang kau tuliskan tidak bisa aku terima dengan hati yang luar biasa.

Aku pernah bermimpi, suatu hari kita di taman, sama-sama belajar banyak tentang hidup. Tertawa dan berbincang-bincang panjang lebar, namun tanpa makna sama sekali. Tak ada arti, bahkan warna. Begitupun tak ada rasa yang menjalar dihati. Namun sesungguhnya kita bukan sedang berbincang-bincang. Kita tidak berbicara, tidak belajar bersama-sama tentang hidup. Juga, tidak tertawa. Kita hanyalah orang bodoh. Orang yang tak tau harus berbuat apa, selain berbincang-bincang tanpa makna, nilai dan warna dalam sejarah mimpi. Kita hanya diam. Bicara dari hati ke hati. Dan yang bicara waktu itu adalah kota Paris. Bukan kita!! Aku tersadar. Mimpi…Ya, hanya mimpi. Terkadang aku menyesal, kenapa mimpi itu tak nyata? Tak ada makna? Mimpi itu hanyalah goresan-goresan kaca yang menelusup ke dalam jiwa. Hanya segores mimpi penebar luka. Aku lelah dengan kepura-puraan hidupku. Aku lelah mendengar nyanyian burung-burung yang sangat merdu, namun begitu menyayat hati. Aku lelah… menahan semua ini.

Aku lelah melihat diriku yang tak pernah sanggup mengikuti kemana arah hatiku pergi. Aku ingin lepas dari belenggu yang mengikatku. Sehingga aku dapat terbang bebas mengitari samudra dan tentunya ber-reinkarnasi menjadi apa yang aku inginkan. Bila saja itu memang terjadi, aku ingin menjadi sesuatu yang berharga bagi hidupmu. Bagi setiap desah nafasmu. Aku ingin menjadi jantungmu. Ya, jantung yang setiap detik, menit, jam, hari, dan setiap saat yang akan selalu berdetak dalam tubuhmu. Dan bila aku mati, kau juga akan mati. Kita berdua sama-sama mati…hahaha!. Dan ingatlah!!! Aku benar-benar akan mati dalam waktu dekat ini. Dan bila aku mati, aku pasti tak akan berdusta lagi. Tak akan mengikat suaraku. Apa gunanya aku berdusta?? Toh, aku sudah menuju dunia lain.






About hahhs

hari ini kau tidak boleh takut atau kelak 30 tahun lagi, ketika kau terbaring lemah di rumah sakit hari itu kau baru menyadari dan berkata "andai dulu aku tidak takut mungkin hidupku akan berubah".

0 comments:

Post a Comment